PANGKALPINANG.SKT.COM – Berita terbaru tentang perhitungan kerugian negara dalam kasus lahan PT Narina Keisha Imani (NKI) yang dikabarkan telah selesai, namun perlu ditinjau kembali secara komprehensif dan kritis. Artikel sejumlah pemberitaan media online Babel menyebutkan bahwa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Bangka Belitung telah mengangkat kasus ini ke tahap penyidikan, dengan beberapa pihak termasuk petinggi PT NKI, mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLHK) Babel Marwan, dan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung periode 2017-2022 Erzaldi Rosman telah diperiksa.
Namun, ada beberapa poin yang perlu dianalisis lebih lanjut untuk memastikan akurasi dan keadilan dalam proses ini.
Pertama, penting untuk menekankan bahwa proses perhitungan kerugian negara harus dilakukan dengan transparan dan akurat. Mengingat besarnya nilai yang ditaksir, yakni Rp30 miliar, perhitungan ini seharusnya melibatkan ahli yang kompeten dan dilakukan dengan metode yang bisa dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan tersebut.
Jika perhitungan ini dilakukan oleh pihak selain BPK, maka perlu dipastikan bahwa metodologi dan hasilnya sudah diverifikasi dan sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.
Salah satu aspek krusial dalam perhitungan kerugian negara adalah penggunaan metode yang tepat dan valid. Dalam konteks ini, metode valuasi tanah dan properti harus mengikuti standar yang diakui secara internasional dan nasional.
Misalnya, Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang diterbitkan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) harus menjadi acuan utama. Standar ini mengatur tentang bagaimana menilai aset properti, termasuk lahan, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti lokasi, kondisi pasar, dan penggunaan lahan.
Jika metode penilaian tidak sesuai standar, maka hasil perhitungan kerugian bisa saja tidak akurat dan menimbulkan keraguan tentang validitasnya.
Kedua, mengenai pemeriksaan terhadap Gubernur Kepulauan Bangka Belitung periode 2017-2022 Erzaldi Rosman, yang dilakukan dalam kapasitasnya saat menandatangani naskah kerja sama pemanfaatan lahan 1.500 hektar bersama Direktur PT NKI Reza Aditama pada 30 April 2019, perlu ditinjau apakah keputusan tersebut telah mengikuti prosedur yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, setiap kerjasama pemanfaatan lahan harus memenuhi ketentuan hukum yang berlaku dan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian untuk menghindari kerugian negara.
Proses penandatanganan naskah kerja sama ini harus melalui berbagai tahapan verifikasi dan persetujuan dari berbagai pihak yang berwenang.
Dalam hal ini, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pemanfaatan lahan tersebut tidak melanggar peraturan yang ada.
Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa semua dokumen dan proses administrasi telah dilalui dengan benar sebelum mengarah pada penandatanganan kerja sama.
Selanjutnya, penting untuk mempertimbangkan aspek legal dalam perhitungan kerugian negara ini. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa setiap kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan melawan hukum harus dibuktikan secara hukum.
Artinya, sebelum menjustifikasi angka kerugian sebesar Rp30 miliar, harus ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa tindakan tersebut memang melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara.
Dalam kasus ini, penyidik Kejati Babel harus memastikan bahwa ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat memang melawan hukum dan menyebabkan kerugian bagi negara.
Proses ini melibatkan pengumpulan bukti-bukti yang kuat dan dapat diandalkan, termasuk dokumen-dokumen transaksi, hasil audit, dan keterangan saksi ahli. Hanya dengan bukti yang kuat dan dapat diandalkan, tuduhan korupsi dapat dibuktikan dan kerugian negara dapat diklaim secara sah.
Sayangnya, artikel berita tersebut menyebutkan bahwa konfirmasi dari pihak terkait, termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Babel, belum berhasil diperoleh.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang validitas dan keakuratan informasi yang disampaikan. Untuk menghindari kesimpangsiuran informasi, sangat penting bagi media dan pihak berwenang untuk memberikan informasi yang akurat dan terverifikasi kepada publik.
Dalam konteks ini, penting bagi publik untuk tidak langsung mempercayai setiap informasi yang beredar tanpa verifikasi yang jelas.
Semua pihak harus menunggu hasil investigasi resmi dari pihak berwenang yang kompeten dan berpegang pada prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam menyelesaikan kasus ini.
Selain itu, media memiliki peran penting dalam memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada publik adalah akurat dan berdasarkan fakta yang diverifikasi.
Media harus berpegang pada prinsip jurnalistik yang menjunjung tinggi kebenaran dan objektivitas, serta menghindari penyebaran informasi yang belum terverifikasi secara menyeluruh.
Dengan demikian, publik akan mendapatkan informasi yang dapat dipercaya dan tidak menyesatkan.
Sebagai penutup, penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan berdasarkan bukti yang kuat. Proses hukum yang transparan dan akurat tidak hanya akan menjamin keadilan bagi semua pihak yang terlibat, tetapi juga akan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan.
Semua pihak yang terlibat dalam proses ini harus bekerja sama untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan kerugian negara dapat dipulihkan dengan cara yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan.(Tim)
PENULIS : Adinda Putri Nabiilah, S.H.,C.IJ., C.PW. Alumni Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (FH UNSRI) Tahun 2023 saat ini menjadi Editor di Jejaring Media KBO Babel, Artikel/Opini dibuat berdasarkan pemberitaan dari media online Babel tertanggal 8 Agustus 2024.