PANGKALPINANG.SKT.COM – Penjabat Wali Kota Pangkalpinang, Budi Utama hadiri apel kehormatan/renungan suci sekaligus deklamasi puisi kemerdekaan dalam rangka HUT RI ke-79 tahun di Tugu No Kilometer, Jum’at (16/8/24).
“Pada malam hari ini perdana bagi kami berada di tugu titik nol kilometer ini yang malam ini siap membaca puisi, intinya kami kalau sudah membaca puisi baguslah itu, yang hadir malam ini mari kita lestarikan budaya berpuisi dan berpantun karena seyogya kita ditanah Melayu bagaimana kita mejunjung tinggi kedaerahan kita”, ujar Budi Utama.
Dihari kemerdekaan ini, tambah Budi Utama, mari kita tingkatkan semangat rasa nasionalisme kita sudah 79 tahun Indonesia merdeka. Tentunya kita harus merdeka kan apa-apa yang menjadi misi dan tujuan bangsa dan negara Indonesia.
“Dan menjadi rencana strategi bagi pemerintah daerah yaitu Pemerintah Kota Pangkalpinang. Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang telah mensukseskan kegiatan malam ini. Semoga apa yang kita lakukan malam ini menambah keakraban dan menambah silaturahmi kita, serta keberkahan dari Allah SWT”, jelasnya.
Sebagaimana diketahui pembacaan puisi dimulai dari Pj Wali Kota Pangkalpinang, Pj Ketua TP PKK Pangkalpinang, Forkopimda, dan seterusnya.
Pembacaan puisi Penjabat Wali Kota Pangkalpinang, berjudul Diponegoro (Februari 1943) karya Chairil Anwar.
Bunyi puisi :
Masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar
Lawan banyaknya seratus kali
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati
MAJU
Ini barisan tak bergenderang berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Sedangkan Pj Ketua TP PKK Pangkalpinang membacakan puisi berjudul Karawang Bekasi Karya Chairil Anwar :
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekas tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda
Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa.
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata, kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanberdetaku
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karn, menjaga Bung Hatta, menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi.(Tim)