Polemik Kenaikan Retribusi Pantai Pasir Padi Menjadi Sorotan Anggota DPRD Kota Pangkalpinang

PANGKALPINANG,SKT.COM – Polemik kenaikan retribusi pantai pasir padi hingga menjadi sorotan banyak pihak. Bahkan anggota DPRD Kota Pangkalpinang ikut menyoroti kenaikan tersebut yang dianggap memberatkan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Jubir DPRD Kota Pangkalpinang Arnadi dalam pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025.

Badan Anggaran DPRD memberikan sejumlah kritik, saran, dan rekomendasi penting kepada Pemerintah Kota untuk menyempurnakan implementasi anggaran tersebut.

Arnadi, dalam rapat paripurna tersebut, menyoroti berbagai aspek strategis terkait struktur APBD yang mencapai Rp1,045 triliun.

Salah satu catatan utama menyangkut pengelolaan Retribusi Pantai Pasir Padi yang dinilai masih memberatkan masyarakat

“Retribusi sebesar Rp 4.000 per orang harus ditelaah kembali. Pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat, kelayakan seperti apa yang akan disajikan kepada masyarakat dengan menaikan retribusi tersebut,” ungkap Arnadi dalam laporan hasil kerja badan anggaran DPRD Kota Pangkalpinang, Kamis (28/11/24)

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh bersikap profit-oriented dalam pengelolaan objek wisata seperti ePasir padi aliknya, diperlukan sinergi dengan investor untuk melakukan pembenahan fasilitas agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal

“Untuk itu perlu dipertimbangkan lagi, hal ini semata-mata untuk kepentingan Masyarakat, karena kita menyadari bahwa tingkat stress di Kota Pangkalpinang ini cukup tinggi, sehingga membutuhkan tempat-tempat refreshing atau hiburan , yang kita miliki hanya satu-satunya Pantai Pasir Padi.

Badan Anggaran juga meminta perhatian serius terhadap estetika kota terkait pemasangan reklame yang dinilai masih semrawut.

“Masih banyak bangunan reklame yang belum memiliki izin PBG. Ini potensi PAD yang belum tergarap maksimal. Selain itu, perlu ada penertiban lokasi reklame agar lebih sesuai dengan estetika kota,” katanya.

Selain itu, perhatian diarahkan pada pengelolaan kios dan pasar grosir yang saat ini masih menghadapi masalah rendahnya tingkat kunjungan. Menurutnya kondisi ini menyebabkan banyak kios kosong yang belum disewakan. Ia menyarankan pendataan ulang dan penyesuaian tarif untuk menarik minat penyewa.

“Kita perlu langkah konkret agar kios-kios yang kosong dapat kembali terisi. Penyesuaian tarif sewa bisa menjadi salah satu solusi untuk”, ucapnya.

Meskipun terdapat peningkatan pendapatan daerah, termasuk dari opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) yang mulai diberlakukan pada 2025, Badan Anggaran menyoroti bahwa kenaikan pendapatan tidak diiringi dengan alokasi belanja yang optimal, terutama untuk belanja pegawai.

Anggaran sebesar Rp 53 miliar untuk gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) selama enam bulan serta Rp10 miliar untuk tunjangan tambahan penghasilan (TPP) dinilai belum mencukupi.

“Efisiensi diperlukan mengingat potensi serapan belanja pegawai yang cenderung tidak mencapai 100 persen,” ujar Arnadi.

Di akhir pembahasan, Badan Anggaran memberikan rekomendasi agar Pemerintah Kota Pangkalpinang lebih bijak dalam menyikapi struktur anggaran yang dinilai belum mampu sepenuhnya menampung aspirasi masyarakat.

“Kondisi ekonomi kita saat ini stagnan. Rasionalisasi anggaran menjadi pilihan yang tidak terhindarkan, tetapi kebijakan tersebut harus tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat,” tegas Arnadi.

Ia juga menyoroti pentingnya menyelesaikan piutang daerah, khususnya dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Jika memang memungkinkan, piutang yang tidak tertagih sebaiknya dihapuskan sesuai dengan persyaratan dan data riil yang ada.

Dengan sejumlah catatan tersebut, Arnadi berharap APBD 2025 dapat berjalan lebih efektif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Kota Pangkalpinang.

“Badan Anggaran DPRD berkomitmen untuk terus mengawal realisasi anggaran agar sesuai dengan kebutuhan warga,” tambahnya

Hanya Melanjutkan

Sementara Penjabat (Pj) Wali Kota Pangkalpinang, Budi Utama, menegaskan bahwa kenaikan tarif retribusi masuk kawasan Pantai pasir padi telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 yang disahkan sejak 24 Januari 2024, jauh sebelum ia menjabat.

Polemik mengenai tarif baru ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat yang sebagian keberatan dengan perubahan sistem retribusi.

Menurut aturan baru, pengunjung Pantai pasir padi kenakan retribusi perorang sebesar Rp 4.000, yang sebelumnya, tarif dihitung per kendaraan, yakni Rp 2.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp 4.000 untuk roda empat.

Budi menjelaskan bahwa tarif baru ini sudah mencakup fasilitas seperti parkir, toilet, dan bilas sehingga tidak ada lagi pungutan tambahan di lokasi. Dia menegaskan bahwa aturan ini bukan kebijakannya.

“Aturannya sudah berlaku sebelum saya dilantik, jika ada pihak yang merasa keberatan, mari kita bahas bersama. Tapi, saya ingin semuanya dilakukan secara tertulis agar tidak menjadi beban polemik di Pangkalpinang,” ujar Budi kepada awak media, Rabu (27/11/24).

Ia juga menyampaikan bahwa berdasarkan pembahasan dengan Dinas Pariwisata dan Panitia Khusus (Pansus) saat Perda disusun, target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Pantai Pasir padi dinaikkan menjadi Rp. 2 miliar. Hal ini menjadi salah satu alasan perubahan tarif retribusi.

“Lampiran Perda ini disahkan bersama-sama. Jika perlu direvisi, saya persilakan, tapi harus melalui prosedur yang benar. Jangan sampai seolah-olah ini kebijakan pribadi saya,” tegasnya.

Budi mengajak semua pihak, baik masyarakat maupun anggota dewan, untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan ini.

“Saya di sini hanya melanjutkan tugas. Jangan sampai stigma negatif berkembang tanpa pemahaman yang jelas. Pemerintahan ini adalah kerja bersama, warisan kebijakan yang harus dijalankan,” katanya.

Ia juga menambahkan, retribusi tidak berlaku untuk nelayan, pegawai, dan masyarakat yang tinggal di sekitar Pantai Pasir Padi selain itu, fasilitas seperti toilet kini gratis untuk semua pengunjung.

Dia harapan agar masyarakat bersama pemerintah dapat mengevaluasi aturan ini jika memang diperlukan.

“Intinya, tidak ada masalah soal kapan aturan dibuat. Kalau dirasa perlu ditinjau kembali, ayo kita lakukan bersama. Jangan biarkan ini menjadi polemik yang tidak produktif,” tutupnya.(Bw)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *